Tuesday, 18 March 2014

seperti jatuh cinta lagi

-tulisan absurd-

Ingat ini tulisan absurd! sebut saja aku yang abis jadi stalker tiada dua di pagi kabut ini. Hanya di iringi segelas susu coklat aku membuka laptop dan bermain-main dengan ciptaan manusia paling dibutuhkan didunia, Internet! yappppp.. mulai dari sosial media privacy (Facebook,Twitter,) sampai berita-berita terhangat sekarang (kompas.com, vivanews).

Pagi ini aku begitu santai. mungkin karena tadi malam aku tidur terlalu sore hingga lupa waktu untuk bangun. (hihihi, lupakan!) Tak ada yang spesial, seperti biasa, susu coklat, playlist (weslife satu album) dan bunyi cericau burung yang terdengar jelas di kamarku. Langit begitu indah berwarna biru muda dan sesekali muncul awan putih berderetan. Ah sungguh segarnya pagi ini, pikirku dalam hati. Awalnya Rabu ini adalah jadwalku untuk bermain-main dengan alam, jogging. Pagi ini cocok sekali untuk membakar lemak tapi apa daya, aku lagi droup. Flu berat yang menderitaku membuatku selalu tak mampu untuk bangun.(Plis Tuhan sembuhkan) Tapi tidak! aku tak boleh terlena dengan penyakit. karena tak sempat bangun pagi untuk olahraga, lalu kuambil barang kesayanganku dan memu;ai semuanya dengan dunia maya :D

-Twitter-
 Timeline yang muncul saat itu adalah seorang teman kelasku yang sedang berkicau entah apa aku lupa. Segera aku ingat bahwa dia salah satu dari ke 5 temanku yang pergi delegasi ke Solo, Jawa Tengah untuk mengikuti pameran Internasional. Aku kembali ke hari yang telah lalu, dan itu sangat mengecewakan. Ya, kelasku dimarahi abis-abisan oleh dosen Mata kuliah Kurikulum. Sebenarnya masalahnya itu aneh, karena temanku tidak masuk kelas 100%. Aku beritau ya teman, kelasku itu hanya 30 siswa dan ketika 5 orang ngga masuk otomatis kelasku berkurang dan itu terlihat jelas. Ya ya mungkin beliau lagi "darah tinggi" sehingga aku dan teman temanku sekelas mendapatkan tugas yang sebenarnya tidak berat namun terasa berat karena hanya diberi waktu sehari. Ini sungguh melelahkan -,-

-Facebook-
Seperti mendapatkan nafas baru di sosial media. Entahlah~ aku mulai membuka notifku yang mmm seperti sarang laba-laba tak pernah kutengok. Banyak spam, agak membuatku risih. Lalu aku tertuju pada seseorang di dalam sana. ketika ia muncul di beranda facebookku. Aku mulai tertarik membuka kronologinya. Memulai kepo itu asyik walau terakhir akhirnya mengusik. Aku buka kronologinya dan mulai tertegun dengan foto-fotonya. AH andai aku punya duit mungkin aku akan membeli barang-barang itu semua dan mulai eksis di sosial media seperti seseorang itu. Suntikan-suntikan kecil di otak hingga membuatku penasaran dan terlontar kata-kata "kakak itu cakepppp" hahahahaha. Mustahil! dia siapa aku siapa, senggaknya aku termotivasi dengan gaya-gaya foto miliknya, caranya ia menggambil gambar, caranya ia "menyulap" foto dan sebagainya. KLIK-KLIK-KLIK segampang itu aku menekan tombol like pada setiap fotonya. Aku nggak kenal seseorang itu, hanya kutau dari sini dan sempat berbincang dengannya. Wow, dia orang yang ramah, menurutku. Dan aku seperti jatuh cinta lagi <3

Tuesday, 11 March 2014

Stay to young or adult?

Permulaan ini aku awali dengan perkenalan singkat tentang seseorang "penggubah" hidup "pengubah" mindset dan "pemakna" peristiwa. Beliau adalah Bu Lilik, sebut saja dosen unikku. Di semester ini aku seperti mendapat charger baru tentang hidup dan kedewasaan. Jauh dari maksud yang aku tafsirkan, mata kuliah yang diajarkan beliau adalah tentang kebermaknaan hidup, kejiwaan sosial dan ketidakwarasan manusia zaman sekarang.

Aku, seorang malaikat kecil dari rahim seorang ibu yang kemudian tumbuh menjadi dewasa lalu kemudian hilang dan menjadi seorang alien. Tanpa apapun diotak, aneh. memang! Malaikat itu kini menjadi sebuah botol yang mudah saja di isi apapun oleh orang yang bertanggungjawab maupun tidak. Botol itu kini berada pada tumpukan botol-botol bekas di se-kotak tempat sampah yang teramat bau. Analogi itu adalah kehidupan masyarakat sekarang. Ya. Aku seorang botol yang berada pada lingkungan yang penuh dengan kemunafikan hidup. Sangat mengenaskan!

-Kampus- Gedung Q3
Ketika berada disini, aku merasa menjadi orang yang paling siap menerima pelajaran apapun di setiap pagi. Sinar matahari pagi dan kesunyian kelas kerap aku dapatkan setiap hari Selasa. Terkadang dilingkupi kedinginan yang teramat sangat, terkadang juga merasa bahwa memakai sebuah jaket adalah hal yang tidak perlu. Memang, kini aku sedikit ababil. Suara derap sepatu mulai mengusik telinga, segera kurapikan dudukku untuk siap memulai pelajaran. Pelajaran tentang hal apapun. Kudapati beliau masuk kelas dengan wajar yang tak sumringah. Ya. Aku tahu jawabannya. Segera kutengok kebelakang dan hanya segelitir (tak sampai 10 orang) yang datang tepat pukul 7 pagi. Aku merasakan ada rasa kekecewaan yang teramat diraut muka beliau. Wajah itu berubah ketika beliau mengawali pembicaraan mengenai topik yang terhangat. Hal itu selalu berulang tiap Selasa pagi.

Di Selasa kemudian ..
Bu Lilik menyadarkanku akan sesuatu hal bahwa manusia kini hidup pada kejiwaan nomor 3 dari 1 sampai 8. Teori apa?darimana?untuk apa? Ya. respon semua orang sama dan hal itu yang aku dapatkan dari beliau pada pertemuan ke delapan, persis aku ingat. Lalu apa artinya? aku mohon memikirkan tulisan ini dengan hati yang terbuka dengan mata yang terbuka dan dengan makna yang berbeda. Ini tentang jiwa manusia yang semakin hari semakin memburuk. Statistik itu menunjukkan bahwa di zaman edan ini manusia memang semakin edan!! Manusia zaman sekarang adalah manusia bertopeng lapis dan lapisan itu terbuat dari baja. Kuat dan tahan banting. Di otak, hanya ada enterpreanur, kehidupan "aku" "aku" dan "aku" bukan lagi "kita" "kita" dan "masyarakat". Manusia zaman sekarang tak pernah kenal rasa malu, tak pernah kenal rasa penyesala, kalaupun ada mereka hanya menyesal karena merugikan dirinya sendiri dan PASTI tak akan pernah menyesal melakukan kesalahan yang sama. Lihatlah orang barat! mereka selalu sibuk dengan kegiatan yang mampu membawa kedamaian bagi masyarakat luas, memikirkan "kita". Yang aku dapatkan, kita tak malu lagi membuang sampah sembarangan PADAHAL kita tahu bahwa sampah adalah sumber dari segala sumber permasalahan sosial. Hanya berfikir "BUKAN URUSAN GUE". Lihatlah orang barat! mereka tak pernah malu memungut sampah demi sampah, mereka berbuat untuk "kita"-masyarakat. Ah, bumi kita semakin capek dengan kerendahan tingkat kejiwaan manusia. Mereka orang edan bukan? mengetahui hal yang salah kemudian tetap dilakukan DAN ANEHNYA mereka tak pernah mempunyai "RASA BERSALAH". Yap! bumi kita semakin capek dan kemudian timbul pertanyaan beru apakah kita akan tetap menjadi muda atau dewasa??? itu jawaban yang harus dipertanggungjawabkan kepada alam dan semesta.

Saturday, 1 March 2014

Tobat Akademis? Rantai permasalahan meringis




Hai, kali ini saya akan memberikan sedikit warna yang berbeda pada blog ini. Ini tentang komentar saya mengenai lingkungan saya, masyarakat ilmiah.
Artikel yang dikemukakan oleh A. Chaedar Alwasilah yang berjudul “Membangun Mesin Reproduksi Pengetahuan” adalah artikel yang hebat, namun sebenarnya memiliki arti yang menyakitkan terutama bagi masyarakat ilmiah. Artikel ini mencakup makna tentang pentingnya menjadi masyarakat akademis. Alwasilah berkata dalam artikelnya, bahwa sekarang ini Indonesia kurang dianggap bahkan tidak diperhitungkan sama sekali mengenai kualitas intelektual masyarakat ilmiahnya.
Banyak aspek-aspek yang terkait dengan masalah tersebut. Dalam artikel tersebut juga telah dijelaskan salah satunya mengenai manajemen PT yang kurang memberikan penghargaan terhadap para penulis, berbeda dengan para pejabat struktural. Karena itu banyak dosen lebih memilih jabatan struktural daripada meneliti atau menulis. Hal tersebut sudah jelas bahwa masyarakat ilmiah di Indonesia lebih cenderung pada hasil berupa uang untuk memenuhi kehidupan mereka daripada ilmu yang terus mengalir. Hal ini berakibat pada beratnya “tobat” para pelaku akademis. Untuk menjadi pejabat struktural di suatu Perguruan Tinggi akan lebih “bergengsi” bagi mereka daripada memenuhi rak buku pada perpustakaan.
Selain masalah personal masyarakat ilmiah, kendala juga dilihatkan pada sektor pemerintah. Menurut Alwasilah dalam artikelnya, kebijakan pemerintah pun kurang kondusif bagi publikasi. Perbandingannya yaitu terlihat dari negara tetangga Malaysia. Berbeda dengan Indonesia, Malaysia tidak menarik pajak dari honor pengarang dan penjualan buku. Hal ini akan sangat mengganggu serta menghambat keinginan para “pemula” penulis akademik untuk mencetakkan tulisan mereka dalam bentuk karya ilmiah. Susahnya mendapatkan izin untuk membuat buku, masyarakat akademik di Indonesia cenderung menulis dengan bebas tanpa memperhitungkan EYD pada media yang lebih gratis dan effisien yaitu internet.
Menurut artikelnya, Alwasilah berbicara mengenai cara untuk merubah kebiasaan masyarakat ilmiah supaya gemar menulis ilmiah. Hakikat pembangunan mesin reproduksi ilmu adalah pembenahan manajemen keilmuan internal di PT. Perlu ada kesadaran kolektif bahwa selama ini PT selalu memperhitungkan gelar sebagai indikator penting dalam keberhasilan akademis, padahal yang dijadikan ukuran pada forum internasioanal adalah karya tulis mereka. Hal ini memang terlihat mudah namun susah dijalani. Kebanyakan masyarakat ilmiah “tak mau repot” untuk melakukan sesuatu. Mereka cenderung bersikap “shortcut” dalam berkarya ataupun melakukan hal lain, misalnya menulis karya ilmiah. Banyak perbincangan yang mengatakan bahwa mereka rela membeli sebuah karya ilmiah daripada menelaah apa yang seharusnya mereka lakukan. Hal ini tentu bukan hanya terkait pada tingkat “kemalasan” seseorang, salah satunya yaitu uang. Kecenderungan ini mengakibatkan berbagai hal dikorupsi, pelakunya bukan hanya perseorangan tetapi perkumpulan atau komunitas tertentu. Begitu komplit permasalahan yang terkait sehingga sangat susah untuk disembuhkan.
Permasalahan selanjutnya yaitu para pejabat tinggi yang enggan melakukan perbaikan. Hal ini masih terkait dengan malasnya mengungkap dan menganggap baik-baik saja. Masalah timbul ketika para “pembersih” masyarakat yang “kotor” tidak bisa berbuat apa-apa melihat kompleksitas permasalahan tersebut. Mereka cenderung hanya diam dan mengikuti arus. Mereka beranggapan jika melakukan sesuatu hal tidak akan berdampak pada akar permasalahan. Mungkin hanya beberapa persen saja setelah itu akan kembali seperti semula. Perlu adanya dorongan dan dukungan yang kuat dari para “pembersih” masyarakat ilmiah. Hal ini juga akan berdampak percuma jika para pemimpin PT tidak merespon kecekikan para “pembersih” masyarakat
 ilmiah. Permasalahan yang begitu kompleks dan saling terkait erat sangat susah dilepaskan. Mungkin saja jika masyarakat ilmiah berjalan seperti ini secara terus menerus, maka nama Indonesia akan semakin tenggelam dalam dunia akademik. Perlu adanya perombakan ulang tatanan struktural akademik pusat dan melakukan “cuci otak” dalam hal yang positif demi terjaganya sikap yang tanggungjawab terhadap ilmu yang diemban. Akan lebih mulia jika para masyarakat ilmiah mampu membawa nama baik Indonesia dalam bidang akademik di kancah dunia sehingga Indonesia diperhitungkan dalam penelitian-penelitian tertentu

Friday, 28 February 2014

Ketika ditanya "hei.. gimana kok uda ngga nulis lagi nih" jawabanku hanya bergumam lalu tertawa "hahaha. iya nih lagi ngga sempet buka internet". kemudian hening seketika, saat itu juga kuperjelas omonganku dengan faktor-faktor kenapa aku malas sekali dengan yang berhubungan dengan "internet" akhir-akhir ini.Yap! jawabannya sederhana namun miris sekali. Adalah koneksi yang mengakibatkan semuanya. Entah karena aku suda mulai bosan dengan koneksi yang itu itu mulu (keseringan gonta-ganti), entah karena aku yang tidak sabar untuk mengerti arti sebuah "konektifitas" (apasih haha,lupakan). Oke guys, testimoni awalku cukup sekian ya. Tunggu celotehanku selanjutnya. HAHA

who am I ƪ(˘⌣˘)ʃ